Penyitaan Kapal Bantuan Kemanusiaan, Serangan Terbaru ‘Israel’ terhadap Armada Perlawanan Gaza

Foto peristiwa 5 Oktober 2016, saat warga Palestina dengan perahunya mendukung armada aktivis perempuan internasional yang berupaya menerobos blokade “Israel” di Jalur Gaza.. (AFP/Mahmud Hams)

SALAM-ONLINE.COM: Pasukan “Israel” tiada hentinya melakukan tindakan biadab. Kali ini penjajah tersebut merampas kapal yang membawa bantuan kemanusiaan untuk Gaza. Kapal “Madleen”, yang bertujuan untuk menerobos blokade Jalur Gaza pada Senin (9/6/2025) pagi itu dicegat oleh pasukan penjajah — merupakan yang terbaru dari banyak pencegatan yang dilakukan penjajah itu selama satu setengah dekade terakhir.

Kapal Madleen yang berbendera Inggris, dioperasikan oleh Freedom Flotilla Coalition (FFC), berusaha untuk mengirimkan sejumlah bantuan kemanusiaan, termasuk beras dan susu formula bayi. Selain untuk misi kemanusiaan, kehadiran kapal bantuan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaran internasional tentang krisis kemanusiaan yang tengah berlangsung di daerah kantong Palestina yang terkepung tersebut.

“Namun, kapal itu dicegat pada Senin dini hari sebelum mencapai Gaza,” kata FFC di akun Telegramnya seperti dilansir Middle East Eye (MEE), Senin (9/6/2025).

Pihak penjajah menahan 12 awak kapal tersebut. Termasuk aktivis kemanusiaan dari Swedia, Greta Thunberg dan politisi Prancis, Rima Hassan.

Sebelum penangkapan mereka, pihak FFC mengatakan bahwa helikopter “Israel” mengelilingi kapal dan menyemprotnya dengan “cairan putih”.

Ini adalah contoh terbaru dari serangan “Israel” selama bertahun-tahun terhadap kapal bantuan FFC yang berusaha untuk menembus blokade udara, laut dan darat “Israel” selama 18 tahun di wilayah Palestina.

FFC mengatakan bahwa mereka diatur oleh prinsip-prinsip perlawanan tanpa kekerasan.

Koalisi tersebut mencakup organisasi anggota dari beberapa negara, antara lain Kanada, Italia, Malaysia, Selandia Baru, Norwegia, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia, Turki, AS, Irlandia, Brasil, Australia dan Prancis.

Satu setengah dekade serangan “Israel”

Ulah berulang “Israel” ini mengingatkan kembali sejarah serangan “Israel” terhadap armada FFC. Koalisi Armada Kebebasan (FFC) pertama kali terbentuk pada tahun 2010, setelah pasukan “Israel” menyerbu kapal Mavi Marmara dari Istanbul, Turki, yang membawa aktivis kemanusiaan dari berbagai negara menuju Gaza pada Mei 2010. Peristiwa itu menyebabkan tewasnya 10 aktivis dan sejumlah lainnya luka-luka, di antaranya terkena tembakan.

Misi Mavi Marmara diselenggarakan oleh Gerakan Pembebasan Gaza dan Yayasan Bantuan Kemanusiaan IHH Turki.

Kapal tersebut berlayar pada 22 Mei dari pelabuhan Sarayburnu, Istanbul, dalam upaya untuk menerobos blokade “Israel” di Gaza.

Seminggu kemudian, di Laut Mediterania di selatan Siprus, kapal tersebut bergabung dengan armada bantuan lainnya, yang terdiri dari tiga kapal penumpang dan tiga kapal kargo yang membawa bantuan kemanusiaan penting dengan 700 aktivis kemanusiaan dari berbagai negara.

Namun pada 31 Mei 2010, meskipun berada di perairan internasional, pasukan “Israel” dengan kasar menerobos memasuki kapal Mavi Marmara menggunakan helikopter dan speedboat. Sembilan orang tewas seketika. Sementara seorang lainnya kemudian meninggal akibat luka-lukanya.

Insiden tersebut menjadi berita utama internasional. “Israel” mendapatkan kecaman keras atas aksi brutalnya itu.

Baca Juga

Setelah misi tahun 2010 iitu, FFC dibentuk untuk menyatukan dan mengoordinasikan berbagai kampanye dari seluruh dunia yang berusaha untuk mematahkan blokade “Israel”.

Misi berikutnya pada tahun 2011, yang diberi nama “Freedom Flotilla II – Stay Human”, dijadwalkan berlayar menuju Gaza pada tanggal 5 Juli. Namun, sebagian besar kapal dalam armada tersebut tidak dapat berangkat.

Penyelenggara mengatakan bahwa “Israel” telah menyabotase dua kapal yang akan berangkat dari Turki dan Yunani.

Salah satu kapal, yang diorganisasi oleh kelompok Irlandia, tidak diizinkan meninggalkan pelabuhan setelah otoritas Yunani menyatakan kekhawatirannya terkait dengan masalah keselamatan.

Satu-satunya kapal bantuan yang berhasil mendekati Gaza adalah kapal Prancis Dignite al-Karama, tetapi dicegat oleh otoritas “Israel”.

Freedom Flotilla III, yang meninggalkan Swedia pada 10 Mei 2015, kembali dicegat oleh pihak penjajah itu di perairan internasional satu setengah bulan setelah berlayar.

Salah satu kapal, bernama Marianne, dipaksa oleh pasukan penjajah untuk berbalik arah ke kota Ashdod, di wilayah selatan jajahan “Israel”. Kapal-kapal lain juga berbalik arah.

Di antara mereka yang berada di Marianne adalah anggota parlemen Basel Ghattas, warga negara Palestina di “Israel”, dan Moncef Marzouki, mantan Presiden Tunisia.

Tahun berikutnya, FFC menyelenggarakan Women’s Boat to Gaza, sebuah kapal tunggal dengan awak yang semuanya perempuan.

Kapal itu berlayar dari Barcelona pada 14 September 2016. Tetapi dua minggu kemudian, pada 5 Oktober, direbut oleh pasukan “Israel”.

Seluruh awak kapal yang semuanya perempuan — yang terdiri dari jurnalis, aktor, politisi, dan bahkan pemenang Hadiah Nobel Perdamaian — ditangkap oleh pasukan “Israel”, yang membawa mereka ke Ashdod. Mereka semua kemudian dideportasi.

Misi lain, yang berlayar pada Mei 2017 sebagai bentuk solidaritas dengan nelayan Gaza, diserang oleh pesawat nirawak “Israel” yang diduga berada di perairan internasional dekat Malta.

Pada Juli tahun berikutnya, pasukan penjajah itu menghentikan al-Awda, kapal penangkap ikan berbendera Norwegia yang menjadi bagian dari koalisi. Semuanya, 22 orang di dalam kapal itu, ditangkap dan dibawa ke Ashdod.

Pada tahun 2023 dan 2024, kapal Handala, yang berfokus pada anak-anak Gaza, berlayar ke beberapa tujuan di Eropa untuk mengedukasi masyarakat tentang blokade dan perang “Israel” di Gaza.

Bulan lalu, kapal lain yang diorganisasi oleh FFC, Conscience, gagal melanjutkan perjalanannya setelah diserang oleh pesawat nirawak “Israel” di dekat perairan Malta. (mus)

Baca Juga