Bandara di Seluruh Timur Tengah Ditutup karena Perang Iran-‘Israel’

SALAM-ONLINE.COM: Setelah serangan “Israel” mendarat di dekat hotel tempat ia menginap di provinsi Qom, Iran, Aimal Hussein sangat ingin pulang. Namun, pengusaha Afghanistan berusia 55 tahun itu tidak dapat menemukan jalan, karena wilayah udara Iran ditutup sepenuhnya.
Ia bergegas mau ke Teheran, setelah serangan pada hari Ahad. Tetapi tidak ada taksi yang mau mengantarnya ke perbatasan karena konflik antara Iran dan “Israel” semakin memanas.
“Penerbangan, pasar, semuanya tutup, dan saya tinggal di ruang bawah tanah di sebuah hotel kecil,” kata Hussein kepada The Associated Press melalui telepon seluler pada Senin (16/6/2025).
“Saya mencoba pergi ke perbatasan dengan taksi, tetapi taksi sulit ditemukan, dan tidak ada yang mengantar kami.”
Ribuan orang di seluruh Timur Tengah, lapor TheNewArab, Selasa (17/6), kini tidak dapat bepergian karena wilayah udara di kawasan tersebut ditutup untuk penerbangan sipil di tengah perang Iran-“Israel”.
“Israel” melancarkan serangan besar pada Jumat (13/6) ke Ibu Kota Iran, Teheran, dan tempat lainnya, menewaskan beberapa pejabat militer senior, ilmuwan nuklir, dan menghancurkan infrastruktur penting. Di antara target tersebut adalah fasilitas pengayaan nuklir sekitar 18 mil dari Qom. Iran telah membalas dengan ratusan pesawat nirawak dan rudal.
Serangan yang berlangsung selama berhari-hari itu telah membuka babak baru dalam sejarah mereka yang penuh gejolak. Banyak orang di wilayah tersebut mengkhawatirkan konflik yang lebih luas karena mereka menyaksikan gelombang serangan di langit mereka setiap malam.
Konflik tersebut telah memaksa sebagian besar negara di Timur Tengah untuk menutup wilayah udara mereka. Puluhan bandara telah menghentikan semua penerbangan atau mengurangi operasi secara drastis, menyebabkan puluhan ribu penumpang terlantar dan yang lainnya tidak dapat menjauh dari konflik atau melakukan perjalanan pulang.
Penutupan bandara menciptakan efek domino yang ‘besar’, Puluhan ribu orang terlantar
“Efek domino di sini sangat besar,” kata pensiunan pilot dan pakar keselamatan penerbangan, John Cox. Menurutnya, gangguan tersebut akan berdampak besar.
“Tiba-tiba ribuan penumpang tidak berada di tempat yang seharusnya, awak pesawat tidak berada di tempat yang seharusnya, pesawat tidak berada di tempat yang seharusnya,” katanya.
“Israel” telah menutup Bandara Internasional Ben Gurion hingga pemberitahuan lebih lanjut, menyebabkan lebih dari 50.000 pelancong “Israel” terlantar di luar negeri. Jet dari tiga maskapai penerbangan negara tersebut telah dipindahkan ke Larnaca.
Kantor Perdana Menteri penjajah, Benjamin Netanyahu, memperingatkan warga “Israel” agar tidak meninggalkan negara itu melalui salah satu dari tiga penyeberangan dengan Yordania dan Mesir yang terbuka untuk warga penjajah itu. Meskipun memiliki hubungan diplomatik dengan “Israel”, pernyataan itu mengatakan negara-negara tersebut dianggap sebagai memiliki risiko ancaman tinggi bagi pelancong “Israel”.
Iran pada Jumat (13/6) menangguhkan penerbangan ke dan dari Bandara Internasional utama Khomeini negara itu di pinggiran Teheran. “Israel” mengatakan pada Sabtu bahwa mereka membombardir Bandara Mehrabad dalam serangan awal, sebuah fasilitas di Teheran untuk angkatan udara Iran dan penerbangan komersial domestik.
Banyak mahasiswa tidak dapat meninggalkan Iran, Irak, dan tempat lain
Arsalan Ahmed adalah salah satu dari ribuan mahasiswa India yang terjebak di Iran, tanpa jalan keluar. Mahasiswa kedokteran dan mahasiswa lain di Teheran tidak meninggalkan asrama tempat mereka tinggal, karena takut dengan serangan tersebut dan tidak tahu kapan mereka akan menemukan tempat yang aman.
“Apa yang kita saksikan di televisi sangat menakutkan,” kata Ahmed. “Namun, yang lebih menakutkan adalah beberapa ledakan yang memekakkan telinga.” Universitas telah membantu merelokasi banyak mahasiswa ke tempat yang lebih aman di Iran, tetapi pemerintah India belum mengeluarkan rencana evakuasi untuk mereka.
Meskipun wilayah udara masih sebagian terbuka di Lebanon dan Yordania, situasi di bandara kacau balau. Banyak penumpang terlantar di dalam dan luar negeri lantaran penerbangan yang tertunda dan dibatalkan. Bahkan saat musim pariwisata di musim panas yang sibuk baru saja dimulai.
Banyak maskapai penerbangan mengurangi penerbangan atau menghentikannya sama sekali, dan pihak berwenang telah menutup bandara semalam ketika serangan mencapai titik paling intens.
Suriah, di bawah kepemimpinan baru, baru saja merenovasi bandara yang rusak dan mulai memulihkan hubungan diplomatik ketika konflik Iran-‘Israel’ dimulai.
Semua bandara di Irak yang berdekatan telah ditutup karena jaraknya tidak jauh dengan Iran. “Israel” dilaporkan menggunakan wilayah udara Irak, sebagian, untuk melancarkan serangannya ke Iran. Sementara pesawat nirawak dan rudal Iran yang terbang ke arah lain telah jatuh di atas Irak. Baghdad telah mencapai kesepakatan dengan Turki yang akan memungkinkan warga Irak di luar negeri untuk bepergian ke Turki — jika mereka mampu — dan kembali ke rumah melalui darat melewati perbatasan bersama mereka.
Beberapa warga Irak yang terlantar di Iran memilih untuk pergi melalui jalur darat. Yahia al-Suraifi, seorang mahasiswa di kota Tabriz di barat laut Iran, tempat “Israel” mengebom bandara dan kilang minyak selama akhir pekan.
Al-Suraifi dan puluhan mahasiswa Irak lainnya mengumpulkan uang mereka untuk membayar pengemudi taksi agar berkendara sejauh 200 mil (320 kilometer) dalam semalam ke perbatasan dengan Irak utara di tengah pesawat nirawak dan serangan udara di sekitar mereka.
“Itu tampak seperti kembang api di langit malam,” kata al-Suraifi. “Saya sangat takut.”
Pada saat mereka mencapai kota Irbil di Irak utara, mereka harus menempuh jarak 440 mil (710 kilometer) lagi untuk sampai ke kampung halamannya di Nasiriyah di Irak selatan.
Kembali di Teheran. Hussein, pengusaha Afghanistan tadi. Ia mengatakan konflik itu membawa kembali kenangan pahit perang selama 20 tahun di Afghanistan.
“Ini adalah kedua kalinya saya terjebak dalam perang dengan situasi yang sulit seperti itu,” katanya. “Pertama di Kabul dan sekarang di Iran.” (mus)