Tragedi di Gaza, Duka Pasangan Dokter atas Kematian 9 Anaknya dalam Serangan Biadab ‘Israel’

SALAM-ONLINE.COM: Saat bertugas, Seorang dokter anak di Gaza menerima jenazah tujuh anaknya yang hangus terbakar setelah serangan zionis penjajah menghantam rumahnya di Khan Younis, di Jalur Gaza selatan.
Pada Jumat (23/5/2025) pagi, dokter Alaa al-Najjar (38), seorang dokter spesialis anak, berangkat menjalankan tugasnya ke instalasi gawat darurat (IGD) di ruma sakit (RS) Kompleks Medis Nasser di Gaza selatan. Dia meninggalkan 10 anaknya di rumah bersama suaminya yang juga seorang dokter. Mereka berdua bertugas di rumah sakit yang sama.
Beberapa jam kemudian, datang tujuh jenazah anak ke RS tempatnya bekerja. Paling tua berusia 12 tahun, paling kecil 3 tahun, mengalami luka bakar parah akibat pengeboman tersebut. Semuanya adalah anak pasangan dokter Hamdi al-Najjar dan dokter Alaa al-Najjar.
Saat itu dokter Alaa al-Najjar sedang merawat korban serangan “Israel” yang sedang berlangsung di seluruh jalur tersebut. Seketika dia terkejut menemukan anak-anaknya sendiri dan suaminya dibawa ke rumah sakit itu.
Sesaat sebelum serangan tersebut, Alaa al-Najjar telah berangkat kerja bersama suaminya, Dr. Hamdi al-Najjar, yang kemudian kembali ke rumah.
Tidak lama setelah itu, bombardir “Israel” menghantam rumah mereka di daerah Qizan al-Najjar di Khan Younis selatan. Serangan biadab itu menyebabkan sembilan dari 10 anak mereka meregang nyawa dan melukai satu anak.
Suami Najjar, yang mengalami luka serius, masih dirawat intensif.
Rekaman yang dirilis oleh Pertahanan Sipil Palestina menunjukkan kru penyelamat menarik jenazah anak-anak dari reruntuhan, sementara api masih membakar rumah keluarga tersebut.
Terhambat oleh kurangnya peralatan yang memadai dan skala kerusakan yang sangat besar, pekerja pertahanan sipil terdengar berteriak-teriak di antara reruntuhan, mencari tanda-tanda kehidupan dengan putus asa.
Tim pertahanan sipil melaporkan bahwa tujuh jenazah telah ditemukan dan dipindahkan ke rumah sakit Nasser, tempat ibu mereka bertugas.
Dua anak lainnya, termasuk bayi berusia enam bulan, masih terperangkap di bawah reruntuhan. Jasad mereka belum bisa dievakuasi.
Tujuh anak pasangan dokter tersebut diidentifikasi sebagai Yahya, Rakan, Ruslan, Jubran, Eve, Revan, Sayden, Luqman, dan Sidra.
Anak-anak itu hangus terbakar
Ali al-Najjar bergegas ke lokasi kejadian begitu mendengar rumah saudaranya terkena serangan bom.
“Seseorang menelepon kami dan mengatakan rumah itu dibom. Saya bergegas ke sana bahkan sebelum pertahanan sipil tiba,” katanya seperti dilansir Middle East Eye.(MEE), Sabtu (24/5).
Ketika tiba di lokasi kejadian, ia mendapati saudaranya, Dr Hamdi al-Najjar, tergeletak tak bergerak di tanah dengan putranya di sampingnya. Rumah itu dilalap api.
“Anak-anak itu hangus terbakar,” katanya. “Saya menggendong keponakan saya Adam dan sepupu saya yang terluka dan segera membawa mereka ke rumah sakit.”
Beberapa saat kemudian, ia kembali ke rumah yang terbakar — hanya untuk melihat saudara iparnya, ibu dari anak-anak itu, tiba dengan ketakutan. “Ia berlari dengan berjalan kaki dari rumah sakit ke rumah.”
“Empat anaknya ditarik keluar, hangus, tepat di depan matanya,” katanya.
Ali menggambarkan penderitaan yang terus-menerus karena tidak mengetahui nasib dua anak yang hilang. “Tujuh anak ditarik dari bawah reruntuhan, dan dua lagi — Yahya (13 tahun) dan Sidra, baru berusia enam bulan — masih hilang. Kami tidak dapat menemukan mereka.”
Ia mengatakan tim pertahanan sipil melanjutkan pencarian keesokan paginya tetapi tidak menemukan apa pun. “Ibu mereka bahkan tidak dapat mengenali mayat-mayat itu. Anak-anaknya terbakar sangat parah sehingga ia tidak dapat membedakan siapa yang mana.”
Ali mempertanyakan alasan di balik serangan itu. “Saya tidak tahu mengapa mereka menjadi sasaran. Mengapa mereka menargetkan saudara laki-laki saya? Tidak ada alasan, kecuali karena istrinya seorang dokter.”
Wanita yang teguh, tegar & tabah
Najjar bersikeras kembali bekerja tak lama setelah melahirkan anak bungsunya enam bulan lalu. Ia bertekad merawat anak-anak Gaza yang menjadi korban kebiadaban zionis penjajah di tengah serangan gencar dan kekurangan tenaga medis.
Dalam kesaksian yang diberikan kepada MEE, Dr. Yousef Abu al-Rish, wakil menteri kesehatan Palestina, mengatakan:
“Saya mengetahui bahwa kolega kami, Dr. Alaa al-Najjar, sedang berdiri di depan ruang operasi, menunggu kabar tentang putranya — satu-satunya anak yang selamat dari 10 bersaudara. Saya bergegas ke sana, merasa akan menyaksikan contoh kemanusiaan yang unik: seorang dokter yang meninggalkan anak-anaknya sendiri di Gaza, tempat di mana bahkan mencoba menggambarkan penderitaan hanya akan memperdalam kesedihan.”
Al-Rish mengatakan, dia meninggalkan mereka (anak-anaknya) demi menjalankan tugasnya untuk semua anak Gaza yang dirawat, yang tidak punya tempat lain untuk dituju selain rumah sakit Nasser, tempat yang dipenuhi tangisan jiwa-jiwa yang tidak bersalah.
“Ada pria dan wanita yang berbaris, wajah mereka dipenuhi kebingungan. Saya mengamati wajah-wajah yang cemas dan segera mengenali ekspresi yang paling menyedihkan. Saya mulai mencari kata-kata untuk menghiburnya, tetapi dia menunjuk ke wanita lain.”
“Tenang, tegar, tabah, dan penuh tawakkal — itulah Dr. Alaa al-Najjar. Hal terakhir yang saya duga adalah bahwa wanita yang teguh ini adalah orang yang kehilangan anak-anaknya.”
Al-Rish mengatakan, dia telah melihat dokter Alaa al-Najjar tetap tegar dan berdiri tegak. Dia terlihat tenang, sabar, dengan sorot mata yang penuh penerimaan.
“Anda tidak bisa mendengar apa pun darinya kecuali gumaman takbir yang pelan dan istighfar,” tutur al-Rish.
Realitas para tenaga kesehatan
Menurut Bulan Sabit Merah Palestina, sedikitnya 1.400 tenaga kesehatan telah terbunuh dalam serangan “Israel” sejak 7 Oktober 2023.
“Inilah realitas yang dialami oleh tenaga medis kami di Gaza. Kata-kata tidak cukup untuk menggambarkan rasa sakitnya,” kata Dr. Munir al-Bursh, direktur jenderal Kementerian Kesehatan Palestina, dalam sebuah postingan di X, mengomentari serangan tersebut.
“Di Gaza, bukan hanya petugas kesehatan yang menjadi sasaran. Agresi “Israel” lebih jauh lagi, memusnahkan seluruh keluarga.”
Selain itu, sedikitnya 111 pekerja pertahanan sipil juga terbunuh.
Pada Kamis (22/5) Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa sedikitnya 53.822 warga Palestina — termasuk 16.503 anak-anak — terbunuh dalam serangan penjajah yang terus berlangsung di Jalur yang diblokade tersebut.
Di antara anak-anak yang terbunuh, 916 berusia di bawah satu tahun; 4.365 berusia satu hingga lima tahun; 6.101 berusia antara enam dan 12 tahun; dan 5.124 berusia 13 hingga 17 tahun.
Menurut Kementerian Kesehatan dan Pertahanan Sipil, ribuan lainnya masih hilang dan diduga tewas di bawah reruntuhan. (mus)