Hamas Pelajari Proposal Gencatan Senjata dari AS

SALAM-ONLINE.COM: Hamas mengatakan bahwa pihaknya sedang mempelajari proposal gencatan senjata Gaza dari utusan AS Steve Witkoff. Setelah diumumkan, proposal itu juga telah diterima oleh “Israel”.
“Pimpinan gerakan Hamas telah menerima proposal baru Witkoff dari para mediator dan saat ini sedang mempelajarinya. Kami bertanggung jawab, dengan cara melayani kepentingan rakyat kami, memberikan bantuan, dan mencapai gencatan senjata permanen di Jalur Gaza,” kata Hamas, Kamis (29/5/2025), sebagaimana dilansir Middle East Eye (MEE).
Witkoff menyampaikan nada optimis saat berbicara di Gedung Putih pada Rabu (28/5). “Saya memiliki beberapa perasaan yang sangat baik tentang tercapainya gencatan senjata sementara dan resolusi damai jangka panjang dari konflik itu,” katanya.
Presiden AS Donald Trump pada Kamis mengonfirmasi bahwa Perdana Menteri penjajah Benjamin Netanyahu telah menerima proposal gencatan senjata baru dari Witkoff.
Hamas dan “Israel” mencapai gencatan senjata tiga tahap pada Januari lalu. Tetapi kesepakatan itu gagal pada Maret setelah “Israel” mengingkarinya dan melanjutkan serangan ke Gaza. Penjajah meninggalkan kesepakatan gencatan senjata itu sebelum pembicaraan dengan Hamas tentang penghentian perang secara permanen dimulai.
Sementara pemerintahan Trump telah “memituskan hubungan” dengan “Israel” terkait dengan perang di Yaman. AS menghentikan serangannya ke Houthi Yaman yang selama ini dilakukannya bersama “Israel”.Di saat “Israel” masih gencar melancarkan serangan ke sekutu Iran itu.
Pemerintahan Trump lebih memilih untuk menegosiasikan kesepakatan nuklir dengan Iran, dan mencabut sanksi terhadap Suriah. Tetapi tidak menghentikan serangan “Israel” ke Gaza.
Tentang usulan Witkoff
Menurut Axios, usulan terbaru Witkoff mirip dengan yang diajukan “Israel” pada Maret lalu
Usulan tersebut menyerukan pembebasan tawanan sebagai imbalan atas 60 hari tanpa pertempuran.
Kesepakatan tersebut akan menetapkan jadwal bagi Hamas dan “Israel” untuk mulai merundingkan akhir permanen perang dan penarikan pasukan “Israel” dari Gaza.
Pemerintahan Trump mulai mengandalkan perantara (mediator) baru dengan Hamas, yaitu seorang pengusaha Palestina-Amerika, Bishara Bahbah.
Bishara Bahbah, perantara baru AS untuk Hamas
Ketua perkumpulan untuk warga Arab Amerika dipilih Trump untuk membuka jalur (komunikasi) dengan Hamas langsung ke pemerintahan Trump yang menyebabkan dibebaskannya warga negara AS-“Israel” Edan Alexander dari tahanan pada 12 Mei lalu.
Meskipun ada perombakan diplomatik baru, hambatan utama menuju kesepakatan belum berubah.
Hamas menginginkan jaminan bahwa, sebagai imbalan atas pengembalian 20 tawanan yang diyakini masih hidup, “Israel” akan setuju untuk mengakhiri perang secara permanen.
Media “Israel” melaporkan pada hari Kamis bahwa Netanyahu siap untuk melanjutkan gencatan senjata sementara.
Namun gembong penjajah dan penjahat perang itu juga tetap bersikeras untuk melanjutkan pertempuran dan bertekad melucuti senjata dan melenyapkan Hamas sepenuhnya.
Netanyahu juga mengatakan untuk pertama kalinya bahwa salah satu syaratnya untuk mengakhiri perang adalah hak untuk memberlakukan rencana yang digulirkan awal tahun ini oleh Trump, yang menyerukan pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza.
Akankah “Israel” setuju untuk gencatan senjata permanen?
“Israel” memang menarik diri dari beberapa titik di Gaza pada Januari dan Februari, tetapi telah membangun Koridor Netzarim untuk mengerahkan pasukan dari timur ke barat Gaza dengan cepat.
Hamas tidak mungkin melupakan bahwa “Israel” dengan cepat menduduki kembali daerah kantong itu pada Maret lalu, meskipun ada sedikit tekanan publik dari AS, atau Mesir dan Qatar, dua mediator Arab.
Militer “Israel” mengatakan pada Senin lalu bahwa mereka ingin menguasai 75 persen wilayah Gaza dan memaksa sekitar dua juta warga Palestina di sana ke zona sempit di selatan dekat perbatasan Mesir.
Ada beberapa kebingungan setelah laporan media pada Senin yang mengatakan bahwa Hamas telah menyetujui gencatan senjata selama 60 hari yang diusulkan oleh Witkoff, tetapi penjajah menolak usulan tersebut.
Pembicaraan terus berlanjut saat Gaza jatuh ke dalam anarki dan kelaparan. “Israel” telah memblokade masuknya semua makanan, air, dan obat-obatan ke daerah kantong itu.
Selanjutnya AS dan “Israel” mendirikan sebuah organisasi kontroversial yang diberi nama Yayasan Kemanusiaan Gaza “untuk mendistribusikan bantuan”. Pusat bantuannya di Rafah, dikelola oleh tentara bayaran Amerika, dibanjiri oleh ribuan warga Palestina yang kelaparan.
Militer “Israel” pun menembaki kerumunan warga yang sedang kelaparan itu. Foto-foto di media sosial menunjukkan warga Palestina terkurung di pagar sempit untuk mendapatkan bantuan.
Yayasan tersebut telah dikecam oleh PBB dan kelompok-kelompok bantuan lainnya karena memiliterisasi bantuan. Pada hari Rabu, empat warga Palestina terbunuh saat menyerbu gudang PBB untuk mencari makanan.
Setidaknya 44 warga Palestina kehilangan nyawa akibat serangan “Israel” di Gaza pada Kamis. Jumlah korban jiwa sejak perang dimulai pada Oktober 2023 telah melampaui 54.000. (mus)